makalah mawaris ( zacary ngeblog )
MAWARIS
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Mewaris memegang peranan yang penting dalam kehidupan manusia, sebab
mewaris pada jaman Arab jahiliyah sebelum islam datang membagi harta warisan
kepada orang laki-laki dewasa sedangkan kaum perempuan dan anak-anak yang belum
dewasa tidak mendapatkan bagian. Pada saat Agama Islam masuk dengan turunnya
Surat An-Nisa’ayat 11:
“Tentang orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa diantara
mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari
Allah. Seseungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.”(QS.
An-nisa’:11)
Dapat dikembangkan bahwa orang yang memiliki pertalian darah, perkawinan
yang sah baik itu suami/istri, anak laki-laki maupun perempuan bisa mendapatkan
warisan. Hal ini yang menimbulkan permasalahan dimana kebanyak orang memiliki
anak laki untuk mendapatkan warisan seperti jaman jahiliyah sebelum masuknya
islam. Hal ini diakibatkan kurangnya pengetahuan mengenai mewarisi. Oleh karena
itu kita harus mengerti dan paham masalah waris mewarisi, hak waris dan lain-lain
agar dapat kita terapkan di dalam keluarga.
2.
Rumusan Masalah
1)
Bagaimana pengertian
mawaris?
2)
Bagaimana landasan hukum mawaris?
3)
Apa tujuan kewarisan islam?
4)
Siapa yang berhak mendapatakan warisan?
5)
Apa
syarat-syarat kewarisan?
6)
Apa rukun pewarisan?
7)
Apakah
penyebab dan penghalang mendapatkan harta warisan?
3.
Tujuan
1) Untuk
mengetahui pengertian mawaris.
2) Untuk
mengatahui landasan hukum mawaris.
3) Untuk
mengatahui tujuan kewarisan islam.
4) Untuk
mengatahui yang mendapatkan warisan.
5) Untuk
mengatahui syarat-syarat kewarisan.
6) Untuk
mengatahui rukun pewarisan
7)
Untuk mengatahui penyebab dan penghalang
mendapatkan harta warisan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Ilmu Mawaris
Ilmu mawaris
adalah ilmu yang mempelajari tentang cara pembagian harta yang telah di tentukan
dalam Alquran dan Hadits.cara pembagian menurut ahli mawarits adalah yang
terbaik, seadil-adilnya dengan tanpa melupakan hak seorang ahli waris sekalipun
terhadap anak-anak yang masih kecil.
Ilmu mawaris disebut juga dengan ilmu faraidh, ilmu faraidh merupakan suatu
cara yang sangat efektif untuk mendapat pembagian warisan-warisan yang
berprinsip dan nilai-nilai keadilan yang sesungguhnya .
Ilmu mawaris dan ilmu faraidh pada prinsipnya adalah sama yaitu ilmu yang
membicarakan tentang segala sesuatu yang berkenan dengan harta peninggalan
orang yang meninggal dunia.
B. Landasan
hukum mawaris
1.
Dasar hukum Al- Quran (QS. An-Nisa ayat 7-14 danayat
176)
1)
QS An-Nisa ayat 7
لِّرِّجَا لِ نَصِيْبٌ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ
وَالأَقْرَبُونَ وَلِنِّسَآ ءِ نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ آلْوَالِدَانِ وآلأقْرَبُونَ
مِمَّا قَلَّ مِنْهُ أوكَثُرَ نَصِيبًا مَّفْرُوضًا
“Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta
peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian
(pula) dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau
banyak menurut bagian yang telah ditetapkan”.
Ketentuan dalam ayat di atas, merupakan landasan utama
yang menunjukan, bahwa dalam Islam baik laki-laki maupun perempuan sama-sama
mempunyai ahli waris, dan sekaligus merupakan pengakuan Islam, bahwa perempuan
merupakan subjek hukum yang mempunyai hak dan kewajiban.Tidak demikian halnya
pada masa jahiliyah, dimana wanita di pandang sebagai objek bagaikan benda
biasa yang dapat di wariskan.
2)
S. An-Nisa ayat 8
وَإذَا حَضَرَآلْقِسْمَةَ اُوْلُوا آلْقُرْبىَ
وَآليَتَمىَ وآلْمَسَكِينُ فَآرْزُقُوهُمْ مِّنْهُ وَقُولُوا لَهُمْ قَولاً
مَّعْرُوفًا
“Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat,
anak yatim dan orang miskin, maka berilah mereka dengan harta itu (sekadarnya)
dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik”.
3)
S An-Nisa ayat 9
وَلْيَخْشَ آلَّذِينَ لَوْتَرَكُوْا مِنْ خلْفِهِمْ
ذُرِّيَّةً ضِعَفًا خَا فُواعَلَيهِمْ فَلْيَتَّقُواللهَ
وَلْيَقُولُواقَولاًسَدِيدًا
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang
seandainya meninggalkan mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir
terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertaqwa
kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”.
- Dasar hukum hadis Rasulullah sebagai berikut:
1)
Hadis dari Abu Hurairah menurut riwayat Bukhari:
عَنْ أبِى هُرَيرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَ عَنِ
النَّبِىِّ صَلَى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَمْ قَالَ: أنَا أولَى بِا لْمُعْمِنِينَ
أنْفُسِهِمْ فَمَنْ مَاتَ وَعَلَيه دَيْنٌ وَلمْ يَتْرُكْ مَا لاَ فَعَلَيْنَا
قَضَاؤُهُ وَمَنْ تَرَكَ مَا لاَ فَلِوَرِثِهِ [رواه البخاري]
Dari Abu Hurairah dari Rasulullah S.A.W bersabda:
“Saya adalah yang lebih utama dari seorang muslim dari diri mereka sendiri,
siapa-siapa yang meninggal dengan memiliki utang dan tidak meninggalkan harta
untuk membayarnya maka sayalah yang akan melunasinya. Barangsiapa yang
meninggalkan arangsiapa yang meninggalkan harta makan harta itu untuk ahli
warisnya.
2)
Hadis dari Abdullah Ibnu Abbas yang diriwayatkan oleh
Bukhari:
عَنِ ابْنُ عَبَّاسِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِى
صَلَى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمْ قَال: ألْحِقُوا الفَرَئِضَ بَأَهْلِهَا فَمَا
بَقِيَ فَهُوَلأِولُى رَجُلٍ ذَكَرٍ [رواه البخاري]
Berikanlah faraidh (bagian yang di tentukan) itu
kepada yang berhak dan selebihnya berikanlah kepada laki-laki dari keturunan
laki-laki yang terdekat.
3)
Hadis Nabi dari Usamah bin Zaid menurut riwayat
Tirmidzi
عَنْ اُسَمَةَ بْنِ زَيدِرَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ
النَّبِيَّ صَلَى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمْ قَالَ: لاَيَرِثُ الْمُسْلِمُ
الكَافِرَوَلاَ االكَافِرُالمُسْلِمَ [رواه الترمذي]
Dari Usamah bin Zaid bahwa Nabi S.A.W bersabda:
“seorang muslim tidak mewarisi harta nonmuslim dan orang nonmuslim pun tidak
mewarisi harta orang muslim.[5]
C.
Tujuan kewarisan islam.
Adapun tujuan kewarisan dalam Islam dapat kita
rumuskan sebagai berikut :
a) Agar dapat melaksanakan pembagian harta warisan kepada ahli warits yang
berhak menerimanya sesuai dengan ketentuan syari’at Islam
b) Agar dapat di ketahui secara jelas siapa orang yang berhak menerima harta
warisan dan berapa bagian masing”.
c)
Agar dapat
menentukan bagian harta warisan secara adil dan benar sehingga tidak Orang yang
mendapatkan warisan
D. Orang yang
berhak menjadi pewaris
Para waris
dari golongan laki-laki yang di sepakati pewaris mereka ada 10 orang yang
secara garis besar dan Ada 15 orang secara terperinci.
a.
Golongan dari laki-laki
1.
Anak laki-laki
2.
Putra dari anak laki-laki dan seterusnya kebawah
3.
Ayah
4.
kakek yang shohih dan seterusnya ke atas.
5.
saudara laki-laki seayah dan seibu
6.
saudara laki-laki seayah
7.
saudara laki-laki seibu
8.
putra saudara laki-laki seayah dan seibu
9.
putra saudara laki-laki seayah
10. saudara
laki-laki ayah yang seayah seibu
11. saudara
laki-laki seayah
12. putra
saudara laki-laki yang seayah seibu
13. putra
saudara laki-laki ayah yang seayah
14. suami
15. orang yang
laki laki yang membebaskan budak.
b.
Golongan dari perempuan
1. Anak
perempuan
2. Ibu
3. putri dari
anak laki-laki dan seterusnya ke bawah
4. nenek yang
shohih dan seterusnya keatas ( ibu dari ibu )
5. nenek yang
shohih dan seterusnya keatas ( ibu dari ayah )
6. saudara
perempuan seayah dan seibu
7. saudara
perempuan seayah
8. saudara
perempuan seibu
9. Istri
10. orang perempuan yang
membebaskan budak
E.
Syarat
pewarisan
a. Kematian
Orang yang telah meninggal dunia dan mempunyai harta maka akan di wariskan
harta peninggalannya.karna sudah merupakan ketentuan hukumnya.harta warisan
tidak mungkin di bagikan sebelum orang yang mempunyai harta peninggalan itu di
nyatakan meninggal dunia secara hakiki.
b. Ahli waris
harus masih hidup
Ahli waris yang akan menerima harta warisan dari orang yang meninggal dunia
harus masih hidup. Artinya Apabila ada ahli waris yang sudah meninggal itu
tidak berhak mendapat harta peninggalan.
c. Ahli waris harus jelas posisinya
Masing-masing ahli waris harus dapat di ketahui posisinya secara pasti,
supaya bagian-bagian harta warisan itu dapat di peroleh sesuai dengan ketentuan
yang berlaku. Sebab ketentuan hukum pewrisan selalu berubah-ubah sesuai dengan
tingkatan ahli waris.
F.
Rukun
Pewarisan
a.
Muwaris
Yaitu Orang yang meninggal dunia atau orang yang meninggalkan harta kepada
orang-orang yang berhak menerimanya sesuai dengan syari’at Islam
b.
Waris
Yaitu Orang yang berhak menerima harta peninggalan dari Muwarits karena
sebab-sebab tertentu. Waris di sebut juga dengan Ahli Waris.
c.
Miras
Yaitu Harta yang di tinggalkan oleh muwaris yang akan di bagikan kepada
orang-orang yang berhak menerimanya ( ahli waris ). Miras itu bermacam-macam
harta, misalnya tanah, rumah, uang, kendaraan, dan lain sebagainya.
G.
Sebab-sebab
Menerima harta warisan dan penghalang mendapatkan warisan.
Dalam Agama
islam sebab-sebab menerima harta warisan, adalah sebagai berikut:
1. Hubungan kekeluargaan
Dalam hubungan kekeluargaan tidak membedakan antara ahli waris laki-laki
dan perempuan, orang tua dan anak-anak, orang yang kuat dan Lemah. Sesuai
ketentuan yang berlaku semuanya harta warisan.
Hal ini berdasarkan firman Allah SWT, Dalam Alquran surah An-nisa’ ayat 7 :
لِلرِّجَالِ
نَصِيبٌ مِمَّا تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالأقْرَبُونَ وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا
تَرَكَ الْوَالِدَانِ وَالأقْرَبُونَ مِمَّا قَلَّ مِنْهُ أَوْ كَثُرَ نَصِيبًا
مَفْرُوضًا
Artinya; Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan
kerabatnya, dan bagi wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan
ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah
ditetapkan.
Hubungan kekeluargaan ini bila
di lihat dari penerimaannya ada tiga kelompok:
1)
Dzawil Furudh
Yaitu ahli waris yang memperoleh bagian tertentu seperti suami mendapat
seperdua bila orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan mendapat seperempat
bila orang yang meninggal mempunyai anak.
2)
Dzawil arham
Yaitu keluarga yang hubungan kekeluargaan nya jauh, mereka tidak termasuk
ahli waris yang mendapat bagian tertentu, tetapi mereka mendapat warisan jika
ahli waris yang dekat tidak ada.
3) Ahlul Ashabah
Yaitu Ahli waris yang mendapat sisa harta atau menghabiskan sisa, setelah
ahli waris yang memperoleh bagian tertentu mengambil bagian masing-masing.
2. Hubungan perkawinan
Selama perkawinan masih utuh bisa menyebabkan adanya saling waris mewarisi.
Akan tetapi, jika perkawinan sudah putus maka gugurlah saling waris mewarisi,
kecuali istri dalam keadaan masa iddah pada talak raj’i.
3. Hubungan wala’ ( memerdekakan budak )
Seseorang yang telah memerdekakan budak bisa menyebabkan memperoleh
warisan. Jika budak yang di merdekakan itu meninggal dunia, maka orang yang
memerdekakan itu berhak menerima warisan. Akan tetapi, jika orang yang
memerdekakan itu meninggal dunia maka budak yang telah di merdekakan itu tidak
berhak mendapatkan apa-apa.
4. Hubungan
Agama
Apabila ada
orang yang meninggal dunia tidak mempunyai ahli waris, baik dari hubungan
kekeluargaan, perkawinan, wala’, maka harta warisannya itu di berikan kepada
kaum muslimin, yaitu diserahkan ke baitul Mal untuk kemashlahatan umat islam.
Sebab-sebab
Tidak menerima / Hilangnya Hak menerima Harta Warisan:
a. Perbudakan
Seorang
budak tidak dapat menerima warisan dan tidak dapat memberikan warisan dari dan
kepada semua keluarganya (yang mempunyai hubungan nasab) yang meninggal
dunia selama ia masih berstatus budak. Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt.
Dalam surat an-Nahl ayat 75.
b. Pembunuhan
Para ahli
hukum islam sepakat bahwa tindakan pembunuhan yang dilakukan oleh ahli waris
terhadap pewarisnya, pada prinsipnya menjadi penghalang baginya untuk mewarisi
harta warisan pewaris yang dibunuhnya.
c. Berlainan Agama
Berlainan agama adalah adanya perbedaan agama yang menjadi kepercayaan
antara orang yang mewarisi dengan orang yang mewariskan. Dasar hukum berlainan
agama sebagai mawani’ul irsi adalah hadis rasulullah saw yang artinya :
Orang islam tidak dapat mewarisi harta orang kafir dan orang kafir pun
tidak dapat mewarisi harta orang muslim.
d. Berlainan Negara
Ciri-ciri
suatu negara adalah memiliki kepala negara sendiri, memiliki angkatan
bersenjata, dan memiliki kedaulatan sendiri. Maka yang dimaksud berlainan
negara adalah yang berlainan ketiga unsur tersebut. Berlainan negara ada tiga
kategori, yaitu berlainan menurut hukumnya, berlainan menurut hakikatnya, dan
berlainan menurut hakikat sekaligus hukumnya. Berlainan negara antara sesama
muslim, telah disepakati fuqaha bahwa hal ini tidak menjadi penghalang untuk
saling mewarisi, sebab semua negara islam mempunyai kesatuan hukum, meskipun
berlainan politik dan sistem pemerintahannya. Yang diperselisihkan adalah
berlainan negara antara orang-orang yang non muslim.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Mawaris secara etimologis adalah bentuk jamak dari kata tungal miras yang artinya warisan.dalam hukum
islam dikenal dengan adanya ketentuan-ketentuan tentang siapa yang termasuk
ahli waris yang berhak manarima warisan, dan ahli waris yang tidak berhak
menerima warisan.
·
Dalam hukum
islam, sebab-sebab menerima warisan ada 3 yaitu:
1.
Hubungan kekerabatan (al-qarabah)
2.
Hubungan Perkawinan (al-musabarah)
3.
Hubungan karena Sebab Al-Wala’
Adapun hal-hal yang menghalangi seseorang tidak memeperoleh warisan yaitu
sebagai berikut:
1.
Pembunuhan (Pembunuh)
2.
Berlainan agama
3.
Perbudakan
4.
Berlainan Negara.
B.
Saran
Bagi para pembaca setelah membaca makalah ini
diharapkan lebih memahami mawaris dalam kehidupan keluarga maupun orang lain
sesuai dengan ajaran agama islam dimana hukum memahami mawaris adalah fardhu
kifayah.
Daftra Pustaka
Ash-Shiddieqy,
Teuku Muhammad Hasbi. 2010. Fiqh Mawaris (Hukum Pembagian Warisan Merurut
Syrariat Islam. Semarang: Pustaka Rizki Putra
Mardani.
2014. Hukum Kewarisan Islam di Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers.
Muhibbin,
Moh. Wahid, Abdul. 2009. Hukum Kewarisan Islam Sebagai Pembaharuan Hukum
Positif di Indonesia. Jakarta:Sinar Grafika.
Nasution,
Amin Husain. 2012. HukumKewarisan:
SuatuAnalisisKomparatifPemikiranMujtahiddanKompilasiHukum Islam. Jakarta:
Rajawali Pers..
Komentar
Posting Komentar