makalah: BELAJAR DAN PEMBELAJARAN PENGARUH INTELEGENSI PADA PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK ( zacary ngeblog )
BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
PENGARUH INTELEGENSI
PADA PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut soemanto ( 2015 )Intelegesi merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi tingkah laku sesorang, dan intelegensi dapat di peroleh melalui pengalaman., selain itu, factor interinstik dan eksterinsik sangat mampengaruhi intelek, tetapi intelegensi yang tinggi tidak menjamin kesuksesan seseorang.
Menurut soemanto ( 2015 )Intelegesi merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi tingkah laku sesorang, dan intelegensi dapat di peroleh melalui pengalaman., selain itu, factor interinstik dan eksterinsik sangat mampengaruhi intelek, tetapi intelegensi yang tinggi tidak menjamin kesuksesan seseorang.
Intelegensimerupakan satu faktor yang sangat
mempengaruhi tingkah laku seseorang, dan intelegensi dapat di peroleh dari
pengalaman. Selain itu faktor interistik dan eksterinsik sangat mempengaruhi
intelek, tetapi intelegensi yang tinggi tidak menjamin kesuksesan seseorang.
Intelegensi bukanlah suatu yang bersifat kebendaan, melainkan suatu fiksi
ilmiah untuk mendiskripsikan perilaku individu yang berkaitan dengan kemampuan
intelektual. Dalam mengartikan intelegensi (kecerdasan) ini, para ahli
mempunyai pengertian yang beragam. Peran inteligensi dalam proses pendidikan
ada yang menganggap demikian pentingnya sehingga di pandang menentukan dalam
hal berhasil dan tidaknya seseorang dalam hal belajar. Sedang pada sisi lain
ada juga yang menganggap bahwa inteligensi tidak lebih mempengaruhi soal
tersebut. Tetapi pada umumnya orang berpendapat, bahwa inteligensi merupakan
salah satu faktor penting yang ikut menentukan berhasil atau gagalnya belajar
seseorang, terlebih-lebih pada waktu anak masih sangat muda, inteligensi sangat
besar pengaruhnya.
|
BABII
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Menurut
kamus “Webster New World Dictionary Of
America Languange (1951/2012”intelgensiberarti:
1. kecakapan untuk berfikir mengamati atau mengarti;kecakapan untuk mengamati hubungan-hubungan, perbedaan-perbedaan, dan lain-lain. Dengan demikian kecakapan berda berbeda dari kemampuan dan perasaan.
1. kecakapan untuk berfikir mengamati atau mengarti;kecakapan untuk mengamati hubungan-hubungan, perbedaan-perbedaan, dan lain-lain. Dengan demikian kecakapan berda berbeda dari kemampuan dan perasaan.
2.kecakapan
mental yang besar, sangat intelegensi
|
Menurut saifuddin (2014), intelegensi adalah suatu kumpulan kemampuan
seseorang yang memungkinkan memperoleh ilmu pengetehuan dan mengamalkan ilmu
tersebut dalam hubunanya dengan linkungan dan masalah-masalah yang timbul.
Jadi, dari beberapa pendapat diatas
dapat ditarik kesimpulan bahwa intelegensi adalah kemampuan mental yang
menggambarkan kecakapan berfikir dengan mengguankan pengertian atau sikap dalam
memecahkan masalah yang dapat diperoleh dari pengalaman (lingkungan).
B.
Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Intelegensi
Dalam buku Psikologi pendidikan oleh H.Jaali (2007) faktor yang mempengaruhi
intelegensi antara lain sebagai berikut :
1) pembawaan: pembawaan ditentukan oleh sifat-sifat dan ciri-ciri yang dibawa sejak lahir. “batas kesanggupan kita”, yakni dapat tidaknya memecahkan suatu soal, pertama-tama ditentukan oleh pembawaan kita.dan perbedaan individu itu masi tetap ada.
2.
kematangan:tiap organ dalam tubuh manusia mengalami pertumbuhan dan
perkembangan. tiap organ (fisik maupun psikis) dapat dikatakan telah matang
jika ia Telah mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya masing-masing. Dan
arus disadari bahwa kematangan kematanganberhubungan erat dengan umur.
3 pembentukan: pembetukan adalah segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan intelegensi. Dapat kita bedakan pembentukan sengaja (seperti yang dilakukan di sekolah-sekolah) dan pembentukan tidak sengaja (pengaruh alam sekitar).
3 pembentukan: pembetukan adalah segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan intelegensi. Dapat kita bedakan pembentukan sengaja (seperti yang dilakukan di sekolah-sekolah) dan pembentukan tidak sengaja (pengaruh alam sekitar).
4 Minat dan
pembawaan yang khas: minat mengerahkan perbuatan kepada suatu tujua dan
merupakan dorongan bagi perbuatan itu. Dalam arti manusia terdapat
dorongan-dorongan (motif-motif) yang mendorong manusia untuk berinteraksi
dengan dunia luar. Motif menggunakan dan menyelidiki dunia luar. Dari
manipulasi dan eksplorasi yang dilakukan terhadapdunia luar itu, lama kelamaan
timbullah minat terhadap sesuatu.
5.
Kebebasan: kebebasan berarti bahwa manusia itu dapat memilih metode-metode yang
tertentu dalam memecahkan masalah-masalah. Manusia mempunyai kebebasan memilih
masalah sesuai dengan kebutuhanya, adanya kebebasan
ini berarti bahwa minat itu tidak selamaya menjadi syarat dalam perbuatan
intelegensi.
C. Hubungan Intelegensi Dengan Tingkah Laku (Remaja)
Pikiran
remaja sering dipenuhi oleh ide-ide dan teori-teori yang menyebabkan sikap
kritis terhadap situasi dan orang tua. Setiap pendapat orang tua dibandingkan
dengan teori yangdiikuti atau diharapkan. Sikap kritis ini juga ditunjukan
dalam hal-hal yang sudah umum baginya pada masa sebelumnya, sehingga tata cara,
dan adat istiadat yang berlaku dilingkungan keluarga sering terasa terjadi atau
ada pertentangan dengan sikap kritis yang tampak pada perilakunya. Kemampuan
abstraksi mempermasalahakan kenyataan dan peristiwa-peristiwa dengan keadaan
bagai mana yang semestinya menurut alam pikirannya. Yang akhirnya dapat
menimbulkan perasaan tidak puas dan putus asa. Disamping itu pengaruh
egosentris masih terlihat pada pikirannya. Cita cita dan idealisme yang baik,
terlalu menitik beratkan pikiran sendiri tanpa memikirkan akibat lebih jauh
tanpa memperhitungkan kesulitan praktis yang mungkin menyebabkan
ketidakberhasilan menyelesaikan persoalan.
Kemampuan berpikir dengan pendapat
sendiri, belum disertai pendapat orang lain dalam penilaiannya. Pendapat dan
penilaian diri sendiri dianggap sama dengan pandangan orang lain mengenai
dirinya. Egosentrisme inilah yang menyebabkan “kekuatan” para remaja dalam cara
befikir maupun bertingkah laku, hal ini pula yang menimmbulkan perasaan
“seperti” selalu diamati orang lain, perasaan malu dan membatasi
gerak-geriknya. Akibat dari hal ini akan terlihat pada tinggkah laku yang kaku.
D. Hubungan Intelegensi Dengan Kehidupan Seseorang
Intelegensi
sangat berperan penting dalam kehidupan seseorang akan tetapi intelegensi bukan
satu-satunya faktor yang menentukan sukses tidaknya seseorang, banyak lagi
faktor lain. Faktor kesehatan dan ada tidaknya kesempatan, tidak dapat kita
abaikan. Orang yang sakit-sakitan saja meskipun intelegensinya tinggi dapat
gagal dalam usaha mengembangkan dirinya dalam kehidupannya. Demikian pula
meskipun cerdas jika tidak ada kesempatan mengembangkan dirinya dapat pula
gagal. Juga watak (pribadi) seseorang amat berpengaruh dan turut menentukan.
Banyak diantara orang yang memiliki intelegensi yang tinggi tetapi tidak
mendapat kemajuan dalam kehidupanya. Ini disebabkan misalnya, kurang kemampuan
bergaul dengan orang-orang lain dalam masyarakat. Sebaliknya ada pula orang
yang sebenarnya memiliki intelegensi yang sedang saja, dapat lebih maju dan
mendapat kehidupan yang lebih layak berkat ketekunan dan keuletanya dan tidak
banyak faktor-faktor yang menggangu atau yang merintanginya. Akan tetapi
intelegensi yang rendah menghambat pula usaha seseorang untuk maju dan
berkembang, meskipun orag itu ulet dan bertekun dalam usahanya.
Jadi,
intelegensi seseorang memberikan kemungkinan untuk bergerak dan berkembang
dalam bidang tertentu dalam kehidipanya. Sampai dimana kemungkinan tadi dapat
direalisasikan, tergantung pula pada kehendak dan pribadi serta kesempatan yang
ada.
E. Usaha Untuk MembantuMengembangkan Intelegensi Remaja
Menurut Piaget sebagian besar usia remaja
mampu memahami konsep-konsep abstrak dalam batas-batas tertentu. Guru dapat
membantu mereka melakukan hal ini dengan selalu menggunakan pendekatan
keterampilan proses (discovery approach) dan dengan memberi penekanan pada
penguasaan konsep-konsep dan abstraksi-abstraksi. Karena siswa usia remaja ini
masih dalam proses penyempurnaan penalaran, kita hendaknya tidak mempunyai
anggapan bahwa mereka berpikir dengan cara yang sama dengan kita. Kita
hendaknya tetap waspada terhadap bagaimana para siswa mengiterpretasi ide-ide
mereka dalam kelas, dengan memberikan kesempatan-kesempatan untuk mengdakan
diskusi-diskusi secara baik dan dengan memberikan tugas-tugas penulisan
makalah. Pada usia ini para remaja mendekati efesiensi intelektual yang
maksimal, tetapi kurangnya pengalaman membatasi pengetahuan mereka dan kecakapan
untuk memanfaatkan yang diketahui. Karena itu pada tingkat ini diperlukan
metode diskusi dan informasi untuk menentukan kedalaman pengertian siswa.
Apabila guru
dihadapkan pada perbedaan-perbedaan interpretasi tentang konsep-konsep yang
abstrak, guru hendaknya menjelaskan konsep-konsep tersebut dengan sabar,
simpatik dan dengan hati terbuka serta memotifasi siswa bukan dengan jalan
marah-marah atau tidak bisa menerima kesalahan siswa.
F. Hubungan
intelegensi dan kreativitas
Berkembangnya
kreativitas karena dipengaruhi faktor dominan inteligensi. Orang yang kreatif
umumnya memiliki inteligensi yang tinggi atau orang yang inteligensinya tinggi
pada umumnya memiliki kreativitas yang tinggi pula. Sehingga dapat dikatakan
bahwa antara kreativitas dan inteligensi itu memiliki hubungan yang sangat
erat. Faktor yang mempengaruhinya adalah:
1. Intrinsik : inteligensi, bakat, minat,
kepribadian, dan perasaan
2. Ekstrinsik : adat istiadat,
sosial budaya, pendidikan dan lingkungan
G. Fungsi otak
kanan, kiri, dan tengah
Fungsi dan
kerja dari masing-masing otak yang terdapat pada manusia.
1. Otak kiri seringkali di hubungkan dengan IQ
(Intelligence Quotient). IQ ini meliputi kemampuan untuk perhitungan,
memformulasikan pembicaraan, membaca, menulis, logika dan analisa. Pendidikan
tinggi di dunia sekarang ini banyak berkonsentrasi pada bagian otak kiri ini.
2. Otak kanan biasanya berasosiasi dengan
kecerdasan emosional (EQ, Emotion Quotient). Otak kanan ini mengembangkan sisi
personalitas, kreatifitas, intuisi, kemampuan penerapan, kemampuan panggung,
dan seni.
3. Otak tengah jembatan yang
menghubungkan dan menyeimbangkan fungsi otak kiri dan kanan.
H. Tes
intelegensi
Tes intelegensi ditemukan oleh Alfred
Binet dan pembantunya Simon Pada tahun 1908-1911 tes ini dinamakan sebagai
Chelle Matrique De Intellegence atau skala pengukur kecerdasan. tes Binet-Simon
terdiri dari sekumpulan pertanyaan yang telah di kelompokkan menurut umur
(untuk anak umur 3-15 tahun), pertanyaan-pertanyaan ini sengaja di buat
mengenai skala sesuatu yang tidak berhubungan dengan pelajaran di sekolah.
Seperti:
1.mengulang
kalimat-kalimat yang pendek atau panjang,
2.mengulangderetan angk-angka,
3.mamperbandingkan berat timbangan,
4.menceritakan isi gambar-gambar,
5.menyebut nama bermacam-macam warna
2.mengulangderetan angk-angka,
3.mamperbandingkan berat timbangan,
4.menceritakan isi gambar-gambar,
5.menyebut nama bermacam-macam warna
BAB III
KASUS-KASUS/PROBLEM & PENYELESAIANNYA
1.
|
Perilaku korupsi, sebenarnya adalah salah satu
bentuk pengingkaran terhadap aturan dan merupakan perilaku yang tidak didasari
oleh nilai-nilai kejujuran dan moral. Perilaku korupsi yang marak di masyarakat
kita, sesungguhnya adalah perilaku yang membutuhkan “kecerdasan tersediri”,
yaitu kecerdasan untuk bertindak tidak jujur dan berbohong.
Pendidikan
yang hanya berbasis pada pengembangan intelektual tanpa pengembangan
nilai-nilai spiritual dan keseimbangan emosional, merupakan metode pendidikan
yang perlu dikoreksi. Sebab, intelegensia tinggi tanpa diimbangi dengan
nilai-nilai spiritual dan keseimbangan emosional, tidak akan menghasilkan
kecerdasan sosial yang diharapkan. Banyak orang terlalu mendambakan materi,
menjadikan mereka egois, sehingga tidak lagi peduli pada komitmen dan
seringkali kehilangan makna atas apa yang mereka kerjakan, dan bahkan
kehilangan rasa solidaritas untuk masyarakat sekitarnya sekalipun.
.kecerdasan
spiritual merupakan landasan yang memfungsikan intelegensi dan kecerdasan
emosional secara efektif. Kecerdasan spiritual berkaitan dengan makna,
motivasi, etika dan tujuan hidup setiap individu. Kecerdasan spiritual
menempatkan perilaku dan hidup manusia dalam konteks makna yang lebih luas dan
kaya, menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna
dibandingkan dengan yang lain.
Kecerdasan
spiritual menjadikan manusia benar-benar utuh secara intelektual, emosional,
dan spiritual. Dari sini akan lahir kecerdasan seseorang yang mengagungkan
kebersamaan dan yang mampu memaknai hidup dengan sebaik-baiknya. Jika ketiga
kecerdasan yaitu kecerdasan intelegensi, kecerdasan emosional serta kecerdasan
spiritual dikelola dengan baik, maka akan lahir manusia Indonesia yang
mengetahui untuk apa ia diciptakan, apa tujuan hidupnya, dan kepada siapa
perilaku selama hidupnya dipertanggungjawabkan. Inteligensi seperti layaknya
teknologi, semakin canggih teknologi akan menjadi senjata yang mematikan bila
berada di tangan yang salah. Intinya kecerdasan intelegensi haruslah diimbangi
dengan kecerdasan emosional serta kecerdasan spiritual sehingga tidak menjadi
kecerdasan yang "MERUSAK" .
2.Menurut Fabiola Priscilla Setiawan ( 2010 )psikolog
anak sekaligus staf pengajar di Fakultas Psikologi Universitas Atmajaya,
Jakarta. Penyelesaian Dapat mengerjakan semua soal yang diberikan baik di rumah
atau di tempat les bukanlah jaminan untuk dapat mengerjakan soal yang diberikan
kepada anak di sekolahTentu semua ini semua disebabkan oleh banyak faktor
Mungkin saja hal tersebut dikarenakan situasi di rumah atau tempat les lebih
nyaman dirasakan anak. Di kedua tempat tersebut dia tidak merasa dituntut,
dapat lebih cepat menangkap apa yang diajarkan dan menjawab pertanyaan dengan
benar. Artinya, anak menjadi lebih rileks. Sementara di sekolah, ada keharusan
untuk lulus atau mendapatkan nilai yang baik, sehingga membuat anak merasa
tertekan. Hal ini dapat memengaruhi anak untuk mengerjakan soal dengan optimal.
Bagi orang tua sebaiknya tahan amarah dan jangan langsung menghukum anak.
Sebaiknya rangkul anak dan ajak dia berbicara dari hati ke hati, apa yang
membuat dia mendapatkan nilai di bawah kemampuannya. Jadilah pendengar yang
baik sehingga tidak menghakimi atau melabel anak sebagai anak yang malas, tidak
pintar dan sebagainya. Dalam hal ini terbukti kalau intelegensi sangat
dipengaruhi oleh pembentukan yaitu perkembangan individu yang dipengaruhi oleh
faktor lingkungan. Dapat kita bedakan pembentukan sengaja (seperti yang
dilakukan di sekolah-sekolah) dan pembentukan tidak sengaja (pengaruh alam
sekitar).
3.Kecerdasan
emosi anak Banyak manusia yang dikaruniai kecerdasan hebat. Sayangnya, tak
sedikit juga orang-orang yang memiliki kecerdasan inteligensi tapi tidak
diimbangi dengan kecerdasan emosinya.
Kecerdasan emosi (emotional quotient/EQ)
adalah kemampuan, kapasitas atau keterampilan seseorang untuk dapat menerima,
mengukur dan mengatur emosi dirinya sendiri, orang lain atau bahkan kelompok
sehingga memudahkannya berinteraksi sehari-hari. Anak yang tidak diberi ruang
untuk berkembang secara emosi dapat tumbuh menjadi pribadi yang sulit. Hal
tersebut dapat terbawa terus hingga memasuki masa dewasanya. Pertumbuhan dan
perkembangan jiwa dan fisik yang harmonis menjadi cikal bakal pribadi anak yang
sehat yang sangat dibutuhkan saat mereka tumbuh dewasa nanti.
Ada 4 aspek dalam kecerdasan emosi menurut Adolf Hitler yaitu :
1. kesadaran diri
2. kemampuan untuk mengelola diri
3. kesadaran sosial
4. kemampuan untuk mengelola
interaksi dengan lingkungan sosial.
|
PENUTUP
A.Kesimpulan
Intelegensi adalah kemampuan mental
yang menggambarkan kecakapan befikir dengan menggunakan pengertian dalam
memecahkan masalah yang diperoleh dari pengalaman. Factor-faktor yang
mempengaruhi intelegensi antara lain: pembawaan, kematangan, pembentukan, minat
dan pembawaan yang khas, dan kebebasan, tes intelegensi adalah tes yang
digunakan untuk mengetahui tingkat kecerdasan seseorang, dan intelegensi sangat
berhubungan dengan tingkah laku serta kehidupan seseorang dan usaha untuk
mengembangkan intelegensi seseorang.
|
DAFTAR PUSTAKA
Azwar , Saifuddin. 2014. Pengantar Psikologi
Inteligensi. Yogyaka
M. Dalyono, Psikologi Pendidikan, cet. 7,
Jakarta: Rineka Cipta, 2012, hlm. 124.
rta :
Pustaka
Soemanto,
Wasty. 2015. Psikologi Pendidikan (Landasan Kerja Pemipin Pendidikan). Jakarta
: Rineka Cipta
Suryabrata ,
Sumadi. 2014. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Rajawali Pers
Pelajar
Dalyono, M. Psikologi Pendidikan. cet. 7. Jakarta: Rineka Cipta. 2012.
Soemanto,
Wasty. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. 2012
|
Komentar
Posting Komentar