MAKALAH : PERMASALAHAN KORUPSI | zacary ngeblog
PERMASALAHAN
KORUPSI
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Istilah korupsi berasal dari bahasa latin yakni corruptio, dalam bahasa Inggris korupsi adalah corruption atau corrupt, dalam bahasa Perancis korupsi disebut corruption dan dalam bahasa Belanda korupsi disebut dengan coruptie. Sepertinya, kata korupsi dalam bahasa Indonesia itu dari bahasa Belanda. Adapun pengertian dari korup adalah busuk, buruk, suka menerima uang sogok, memakai kekuasaannya untuk kepentingan sendiri dan sebagainya. Pengertian korupsi adalah perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya.
Korupsi adalah realitas tindakan penyimpangan norma sosial dan hukum yang tidak dikehendaki masyarakat dan diancam sanksi oleh negara. Korupsi sebagai bentuk penyalahgunaan jabatan, kekuasaan, kesempatan untuk memenuhi kepentingan diri sendiri dan atau kelompoknya yang melawan kepentingan bersama. Korupsi dapat berakibat sangat berbahaya bagi kehidupan manusia, baik dari aspek kehidupan sosial, politik, birokrasi, ekonomi, dan individu. Bahaya korupsi bagi kehidupan dapat diibaratkan seperti kanker dalam darah sehingga penderita harus melakukan “cuci darah” secara terus menerus jika ingin kehidupannya dapat terusa berlangsung.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa jenis-jenis korupsi?
2. Seperti apa bahaya korupsi?
3. Bagaimana langkah-langkah dalam pemberantasan korupsi?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui jenis-jenis korupsi.
2. Untuk mengetahui bahaya korupsi.
3. Untuk mengetahui langkah-langkah dalam pemberantasan korupsi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Jenis-Jenis Korupsi
Banyak jenis korupsi yang dapat diidentifikasikan. Haryatmoko mengutip pendapat Yves Meny yang membagi korupsi ke dalam empat jenis, yaitu: korupsi jalan pintas, korupsi upeti, korupsi kontrak, dan korupsi pemerasan (Al-Barbasy, 2006: 2-3).
1. Korupsi jalan pintas sering terlihat dalam kasus-kasus penggelapan uang negara, perantara ekonomi dan politik, pembayaran untuk keuntungan politik atau uang balas jasa untuk partai politik, dan money politik.
2. Korupsi upeti merupakan bentuk korupsi yang dimungkinkan karena jabatan strategis. Karena jabatan yang disandangnya, seseorang mendapatkan persentase keuntungan dari berbagai kegiatan, baik ekonomi maupun politik, termasuk pula upeti dari bawahan dan kegiatan-kegiatan lain atau jasa dalam suatu perkara.
3. Korupsi kontrak, yaitu korupsi yang diperoleh melalui proyek atau pasar. Termasuk dalam kategori ini adalah usaha untuk mendapatkan fasilitas dari pemerintah.
4. Korupsi pemerasan, terkait dengan jaminan keamanan dan urusan-urusan gejolak intern dan ekstern. Perekrutan perwira menengah TNI atau Polisi menjadi manajer human resources department atau pencantuman nama perwira tinggi dalam dewan komisaris perusahaan merupakan contoh korupsi pemerasan. Termasuk pula dalam korupsi jenis ini adalah membuka kesempatan kepemilikan saham kepada orang kuat tertentu untuk menghindarkan akuisisi perusahaan yang secara ekonomi tak beralasan.
Dalam literatur fikih ada 6 jenis korupsi yang haram dilakukan, yaitu: ghulul atau penggelapan, risywah atau penyuapan, ghashab atau perampasan, ikhtilas atau pencopetan, sirqah atau pencurian, dan hirabah atau perampokan (KPK, 2007: 7)
Widodo membagi korupsi ke dalam tiga bentuk, yaitu graft, bribery dan nepotism (Azhari, 2006: 8).
1. Graft merupakan korupsi yang dilakukan tanpa melibatkan pihak ketiga, seperti menggunakan atau mengambil barang kantor, uang kantor, dan jabatan kantor untuk kepentingan diri sendiri. Korupsi tipe ini bisa berlangsung karena seseorang memiliki jabatan atau kedudukan di kantor.
2. Bribery adalah pemberian sogokan, suap, atau pelicin agar dapat memengaruhi keputusan yang dibuat yang menguntungkan sang penyogok.
3. Nepotism adalah tindakan korupsi berupa kecenderungan pengambilan keputusan yang tidak berdasarkan pertimbangan objektif, tetapi atas pertimbangan kedekatan karena kekerabatan, kekeluargaan atau pertemanan.
Dilihat dari sifatnya, Kurniawan, dkk. (2006: 62-63) membagi korupsi ke dalam tiga bentuk, yaitu:
1. Korupsi Individual
Wujud korupsi dari korupsi jenis ini adalah merasa kebutuhannya tidak terpenuhi, sehingga korupsi menjadi kebutuhan atau korupsi adalah jalan satu-satunya untuk membiayai kebutuhan (need corruption). Selain itu, pelaku dalam korupsi individual memiliki keinginan untuk menumpuk harta sebanyak-banyaknya atau adanya motif serakah (greed corruption).
2. Korupsi Terlembagakan
Korupsi terlembagakan adalah korupsi yang telah terjadi dalam waktu sekian lama melalui media administrasi dan birokrasi yang ada, sehingga telah berurat berakar dalam lingkungan birokrasi. Situasi ini melibatkan hampir semua komponen yang ada dalam birokrasi, sehingga situasi ini dimaklumi bahwa korupsi adalah sesuatu yang lumrah. Selain itu, pelaku korupsi kemudian enggan dan kehilangan semangat untuk melakukan pemberantasan korupsi di lingkungannya bahkan mereka melakukan legitimasi dan toleransi atas praktik korupsi yang terjadi.
3. Korupsi Politisi
Korupsi politisi yaitu ada praktik konspirasi dan kolutif diantara para pemegang otoritas politik dengan pengambil kebijakan dan penegak hukum selain itu, terdapat praktik pembiaran terhadap praktik korupsi yang diketahui, baik yang terjadi di lingkungannya maupun di tempat lain.
B. Bahaya Korupsi
1. Bahaya Korupsi Tehadap Masyarakat dan Individu
Jika korupsi dalam suatu masyarakat telah merajalela, maka akibatnya akan menjadikan masyarakat tersebut sebagai masyarakat yang kacau sehingga tidak ada sistem sosial yang dapat berlaku dengan baik. Oleh karenanya, setiap individu dalam masyarakat tersebut hanya akan mementingkan diri sendiri dan tidak akan ada kerja sama dan persaudaraan yang tulus.
Korupsi juga membahayakan standar moral dan intelektual masyarakat. Ketika korupsi merajalela, maka tidak ada nilai moral yang berlaku di dalam masyarakat. Theobald menyatakan bahwa korupsi menimbulkan iklim ketamakan, selfishness, dan sinisism. Chandra Muzaffar menyatakan bahwa korupsi menyebabkan sikap individu menempatkan kepentingan diri sendiri di atas segala sesuatu yang lain dan hanya akan berpikir tentang dirinya sendiri. Jika suasana iklim masyarakat telah tercipta seperti itu, maka keinginan publik untuk berkorban demi kebaikan dan perkembangan masyarakat akan terus menurun dan mungkin akan hilang.
2. Bahaya Korupsi terhadap Generasi Muda
Salah satu efek negatif yang paling berbahaya dari korupsi pada jangka panjang adalah rusaknya generasi muda. Dalam masyarakat yang menjadikan korupsi sebagai makanan sehari-hari, anak-anak akan tumbuh dengan pribadi antisosial, selanjutnya generasi muda akan menganggap bahwa korupsi sebagai hal biasa sehingga perkembangan pribadinya menjadi terbiasa dengan sifat tidak jujur dan tidak bertanggung jawab.
3. Bahaya Korupsi terhadap Politik
Kekuasaan politik yang dicapai dengan korupsi akan menghasilkan pemerintahan dan pemimpin masyarakat yang tidak sah di mata publik. Jika demikian keadaannya, maka masyarakat tidak akan percaya terhadap pemerintah dan pemimpin tersebut sehingga masyarakat tidak akan patuh dan tunduk pada otoritas mereka. Praktik korupsi yang meluas dalam politik seperti pemilu yang curang, kekerasan dalam pemilu, money politics dan lain-lain juga dapat menyebabkan rusaknya demokrasi, karena untuk mempertahankan kekuasaan, penguasa korup itu akan menggunakan kekerasan atau menyebarkan korupsi lebih luas lagi di masyarakat.
Di samping itu, keadaan yang demikian akan memicu terjadinya instabilitas sosial politik dan integrasi sosial, karena terjadi pertentangan antara penguasa dan rakyat. Bahkan dalam banyak kasus, hal ini menyebabkan jatuhnya kekuasaan pemerintahan secara tidak terhormat, seperti yang pernah terjadi di Indonesia.
4. Bahaya Korupsi Bagi Ekonomi Bangsa
Korupsi merusak perkembangan ekonomi suatu bangsa sebab jika suatu projek ekonomi dijalankan sarat dengan unsur-unsur korupsi maka pertumbuhan ekonomi yang diharapkan dari projek tersebut tidak akan tercapai.
5. Bahaya Korupsi Bagi Birokrasi
Korupsi juga menyebabkan tidak efisiennya birokrasi dan meningkatnya biaya administrasi dalam birokrasi. Jika birokrasi telah dikungkungi oleh korupsi dengan berbagai bentuknya, maka prinsip dasar birokrasi yang rasional, efisien, dan berkualitas akan tidak pernah terlaksana. Kualitas layanan pasti sangat jelek dan mengecewakan publik. Hanya orang yang berpunya saja yang akan dapat layanan baik karena mampu menyuap. Keadaan ini dapat menyebabkan meluasnya keresahan sosial, ketidaksetaraan sosial dan selanjutnya mungkin kemarahan sosial yang menyebabkan jatuhnya para birokrat.
C. Langkah-Langkah Pemberantasan Korupsi
Upaya membenahi dan mengatasi situasi politik, bisnis, birokrasi dan institusi hukum dari berbagai praktik dan tindakan korupsi sangat sulit dilakukan. Oleh karenanya, diperlukan upaya yang serius untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik.
Pertama, sangat penting untuk mengerahkan energi yang signifikan dalam menggerakkan pemberantasan korupsi. Partisipasi rakyat dan penguatan orientasi politik antikorupsi adalah prasyarat dalam menciptakan situasi yang kondusif tersebut. Berbagai organisasi baik partai politik maupun perkumpulan antikorupsi dapat menjadi arena partisipasi rakyat dan penguatan orientasi yang diperlukan.
Kedua, arena partisipasi rakyat itu perlu dibawa untuk menyatukan pandangan dan menjalin kerjasama politik yang lebih erat dalam menguatkan orientasi politik antikorupsi. Pembentukan suatu kepemimpinan politik dan moral yang gigih mengawal terhadap penanaman orientasi politik antikorupsi sangat penting sebagai upaya mematangkan kondisi yang bisa mengurangi praktik dan aksi korupsi termasuk mendukung langkah pemerintah dan institusi lainnya yang sejalan dengan itu.
Ketiga, diperlukan partai politik yang berkomitmen dan tekad dalam pemberantasan korupsi dengan melancarkan kampanye serta memberlakukan sanksi bagi mereka yang terlibat korupsi. Tanpa komitmen yang lebih kokoh dan diiringi dengan pemberlakuan sanksi politik maka segala wacana hanya akan sia-sia serta tetap melanggengkan praktik dan tindak korupsi.
Keempat, perubahan dimensi subjektif harus berlanjut dengan langkah meningkatkan prestasi reformasi hukum. Kejahatan korupsi harus diancam dengan sanksi pidana yang berat yakni berupa perumusan sanksi pidana secara kumulatif absolut antara pidana penjara dan pidana denda serta perampasan aset terpidana yang diperoleh dari kejahatan. Perlu diatur agar perumusan ancaman sanksi pidana minimum khusus sepadan dengan ancaman pidana maksimum. Misalnya jikalau ancaman pidana maksimumnya berupa pidana penjara seumur hidup maka seyogianya pidana minimumnya adalah 15 tahun penjara.
Kelima, dengan UU yang lebih kuat, juga akan berdampak lebih positif terhadap pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. Kepolisian, kejaksaan dan KPK mempunyai kewenangan yang tegas dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan dalam membongkar tindak pidana korupsi.
Keenam, bentuk-bentuk pengawasan harus lebih ditingkatkan. Perilaku penegak hukum, hakim, pegawai negara terutama pegawai pajak dan keuangan, juga yang bertugas dalam melakukan pungutan atau penagihan. Begitu juga dengan memperketat pengawasan terhadap dana transfer ke daerah. Bentuk pengawasan ini dapat pula melibatkan unsur masyarakat, khususnya yang aktif dalam memonitor dan menyuarakan kampanye antikorupsi.
Ketujuh, peningkatan pelayanan publik dan transparansi maupun kebijakan pemerintah yang antikorupsi adalah bagian yang tak kalah pentingnya dalam mengurangi berbagai bentuk penyelewengan terutama terkait penerimaan dan pengeluaran anggaran.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Yves Meny membagi korupsi ke dalam empat jenis, yaitu: korupsi jalan pintas, korupsi upeti, korupsi kontrak, dan korupsi pemerasan. Dalam literatur fikih ada 6 jenis korupsi yang haram dilakukan, yaitu: ghulul atau penggelapan, risywah atau penyuapan, ghashab atau perampasan, ikhtilas atau pencopetan, sirqah atau pencurian, dan hirabah atau perampokan. Widodo membagi korupsi ke dalam tiga bentuk, yaitu graft, bribery dan nepotism. Kurniawan, dkk membagi korupsi menjadi tiga yaitu korupsi individual, korupsi terlembagakan, dan korupsi politisi. Korupsi berbahaya bagi masyarakat dan individu, generasi muda, politik, ekonomi bangsa, dan birokrasi. Langkah-langkah strategis dalam menanggulangi korupsi yakni harus ada gerakan bersama dari masyarakat untuk memberantas korupsi, menjalin kerjasama politik yang lebih erat dalam menguatkan orientasi politik antikorupsi, diperlukan partai politik yang berkomitmen dalam pemberantasan korupsi, mengadakan reformasi terhadap UU antikorupsi, kerjasama antara aparat penegak hukum, peningkatan pengawasan masyarakat terhadap aparat negara, dan peningkatan pelayanan publik.
B. Saran
Dalam pemberantasan korupsi, dibutuhkan kerjasama antara semua warga Indonesia karena aparat penegak hukum dan masyarakat tidak dapat bersama-sama memberantas korupsi jika tidak ada kerjasama di dalamnya. Oleh karenanya, kerjasama adalah solusi yang ideal dalam melakukan segala hal untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Komentar
Posting Komentar